Tak terasa sudah setahun lewat kita
melewati masa pendidikan, kita terbentuk dari sekumpulan orang yang memilki
latar belakang berbeda mulai dari suku, kebiasaan, hobby, kebudayaan dan bahkan
genk. Kala itu jika dari masing-masing mengatakan belum saling mengenal
karakter satu sama lain dan hanya baru mengenal orang satu genk atau teman
bermain saja sangatlah wajar. Hingga suatu ketika kita mengalami yang namanya
pengakuan secara terus terang dari hati ke hati. Saya pun mengira tragedi ini
akan menjadi salah satu awal ketidak nyamanan yang akan kami lewati selama satu
tahun karena kejadian ini berlangsung dari hari ketiga kita bertemu. Tak terbantahkan
kejadian tersebut langsung menyebar ke negeri seberang, maklum saja karena
tembok dimana kami berkumpul tersebut pun bisa bicara sehingga ketika ada orang
lain selain kami yang berada dekat tembok tersebut, si tembok seolah-olah
berbisik menceritakan apa yang sudah terjadi sebelum kedatangannya. Ada pepatah
mengatakan “sesuatu yang kita inginkan belum tentu yang terbaik untuk kita, dan
sesuatu yang tidak kita inginkan belum tentu buruk untuk kita”. Sangatlah wajar
ketika pertama kali kami disatukan ada perasaan minder atau perasaan minoritas,
bisa dikatakan kami berisi orang-orang “WAW” pada masanya. Dan perasaan itu pun
mendera kepada saya pribadi. Namun waktu dan keadaan menuntun kita ke arah
pengenalan diri masing-masing. Sesuai dengan pribahasa “tak kenal maka tak sayang”.
Salah satu kalimat yang terngiang dalam tragedy tersebut yang masih saya ingat
adalah “kita baru tiga hari, dan kita masih akan menjalani kebersamaan selama
satu tahun”. Sepertinya setiap orang yang berada di ruangan tersebut mencamkan
baik-baik kata kata tersebut.
Satu bulan pertama memang sepertinya
belum tercipta feel yang menyatu, feel tersebut masih terpartisi belum
seluruhnya memiliki. Di bulan-bulan selanjutnya feel tersebut mulai menjangkit
ke semua anggota hingga terbentuk satu feel yang benar-benar terasa sekali
kebersamaanya. Tidak dapat dipungkiri memang ketidaksepahaman selalu ditemui
ditiap bulannya dan tiap bagian, namun adalah sebuah kewajaran.mengingat kami
terdiri dari belasan kepala dengan isi pemikiran yang berbeda. Kedewasaanlah yang
menuntun kami untuk tetap berada dalam satu garis sinergis dan saling
koperatip. Masalah bukanlah untuk dihindari melainkan untuk diselesaikan,
karena adanya masalah kualitas kedewasaan kita dalam berpikir dan bersosialisasi
semakin teruji. Mungkin setiap orang disini memiliki kisah dan pengalaman yang
unik yang hanya dialami oleh pelakunya saja. Total 6 bulan yang harus kita lewati
bersama-sama walaupun beberapa moment kita dibagi dalam beberapa bagian. Tujuan
yang sama mendasari kebersaman kita untuk melewati semua rintangan. Muka kusut,
rambut lepek,, dompet cekak, susah, senang, turun ke lapangan bersama-sama, kena
marah, diberi petuah, diberi sanjungan, dinilai negative oleh negara sebelah, kerja
dalam tim, kerja secara individu kami alami semua.
Kegiatan selama 6 bulan lebih banyak
menuntut kerjasama tim, kesuksesan pun disini terletak pada tim bukan terletak
disalah satu orang saja. Loyalitas yang dimiliki oleh tim ini memang patut di
acungi 4 jempol, dimana kemauan untuk saling mendukung, saling menjaga, saling
mensuport benar-benar terasa. Loyalitas Pikiran, tenaga, dan harta
masing-masing terisi oleh setiap anggota sesuai dengan yang dimiliki dari
ketiga point tersebut sehingga saling melengkapi satu sama lain. Perasaan jenuh,
bosan, dan rindu ketika kita dibagi-bagi ke dalam tim kecil pun pernah saya
alami. Trimester pertama masih terasa tak begitu berat, belum terasa adanya
tekanan yang begitu hebat, mulai memasuki trimester kedua tekanan sudah mulai
naik, dan di posisi ini tingkat manajemen kesabaran dan kepribadian pun turut
meningkat. Pepatah mengatakan “ketika seseorang akan dinaikan derajatnya makan
dia harus melewati sebuah ujian”. Sebuah kalimat keluar dari salah seorang dosen
yang berbunyi “pendidikan ini konon katanya bisa lebih mendekatkan dan bisa
menjauhkan”. Perkataan dosen tersebut benar-benar tidak meleset. Mungkin memang
benar pada suatu kondisi keaadan ini memunculkan perasaan kecewa, muak, marah
dan bahkan benci. Namun perasaan itu tidak serta merta membuat kami
terkotak-kotakan justru perasaan tersebut malah muncul menjadi sebuah canda
tawa yang berubah menjadi suatu kerinduan ketika kami benar-benar dipisahkan
jauh di trimester ke 3.
Pada trimester ke 3 kita di pecahkan
dalam kelompok kecil dan terpisah oleh jarak yang jauh, rasa rindu untuk
berkumpul pun tak terelakan lagi, walaupun mungkin dahulu si A punya rasa kesal
terhadap si B, namun ketika benar-benar dipisahkan oleh jarak si A, B, C D, E
dan seterusnya pun saling merindukan
baik tingkahnya yang “unik” ataupun rindu berkumpul, saling menertawakan,
saling ejek-ejakan, ataupun merindukan saat harus melewati bagian yang menguras
tenaga, pikiran, da nisi dompet sampe menyebabkan muka lepek. Saya bersukur
bisa berada diantara orang-orang yang bisa menerima saya apa adanya, walaupun
mungkin penduduk dari negara sebelah terkadang memberikan penilaian yang tidak
diharapkan tetapi saya selalu berpikir “ BODOOOOO AMAT” rutinintas yang saya
lewati selama pendidikan lebih banyak dilakukan dengan tim ini bukan dengan
penduduk negara sebelah. Ucapan kasar, perbuatan kasar pernah saya lakukan
selama saya menjadi bagian tim ini, tapi mereka masih mau menerima keberadaan
saya dan memperlakukan saya dengan sangat baik. Satu hal yang sangat tidak bisa
saya lupakan selama menjalani pendidikan ini adalah ketajaman mulut dan
kecepatanya untuk melukai perasaan orang tidak bisa diragukan lagi. Inilah salah
satu dosa terbesar saya kepada mereka.
Kini kita sampai pada tahap awal
menuju tahap akhir dari pendidikan ini, dimana kegiatan lebih banyak menuntut
kemampuan individu masing-masing. Semoga perjuangan bersama-sama selama 12
bulan yang sudah kita lewati akan tetap terjaga sampai hari tua. Setelah perjuangan
ini berakhir kita akan menjalani hidup kita masing-masing unutk menjemput
impian kita masing-masing. Disaat itulah mungkin intesitas komunikasi kita akan
mulai menurun, memudar, dan bahkan mungkin menghilang (lost contac). Semoga setelah
kita meraih semua tujuan dan impian kita masing, kita bisa menjalani
kebersamaan seperti yang telah kita lewati selama 12 bulan lalu. Saya masih teringat akan perkataan seorang
dosen “ketika kita sudah tua, punya anak, anak-anak sudah dewasa, impian kita
sudah tercapai, hidup sudah sukses, maka yang dicari kembali adalah teman, terutama
teman semasa kita berjuang bersama-sama melewati pahit manisnya semasa menuntut
ilmu”. Tulisan ini berisi harapan dan rasa syukur saya terhadap pencipta karena
saya diberi kesempatan untuk dapat menjalani kehidupan dan berjuang bersama-sama
kalian, mengenal kalian adalah suatu kehormatan hidup untuk saya.
Salah satu keinginan yang belum
tercapai adalah merasakan jalan bersama berisi satu tim penuh “I Squad”, dimana
saya membayangkan kita melakukan seuatu perjalanan menggunakan kereta api
dihiasi kesederhanan, menyaksikan indahnya negeri ini, perjalanan dilanjutkan
dengan menyusuri luasnya samudara beratapkan langit yang biru dan berhiaskan
gumpalan awan putih yang elok. Menikmati secangkir teh hangat di teras cottage ditemani petikan senar gitar
yang diiringi lagu “sebuah kisah klasik
(SO7)”, rembulan dan bintang menjadi penerangan kita di kala malam menghampiri.
Deburan ombak dan belaian angina malam menina bobokan kita sampai mentari
menyapa kita lewat sentuhan kalauan cahanya yang jatuh di wajah kita. Sebuah keinginan
yang mungkin terlihat lebay dan freak, namun ini hanyalah sebuah keinginan dan
impian. Keinginan dan impian adalah sebuah prilaku yang dimiliki oleh orang
yang memiliki tujuan hidup yang tidak hanya mengikuti arus air saja.