Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

SEBUAH KISAH KLASIK

  • Thursday, July 2, 2015
  • mansyurahmad.blogspot.com
  • Tak terasa sudah setahun lewat kita melewati masa pendidikan, kita terbentuk dari sekumpulan orang yang memilki latar belakang berbeda mulai dari suku, kebiasaan, hobby, kebudayaan dan bahkan genk. Kala itu jika dari masing-masing mengatakan belum saling mengenal karakter satu sama lain dan hanya baru mengenal orang satu genk atau teman bermain saja sangatlah wajar. Hingga suatu ketika kita mengalami yang namanya pengakuan secara terus terang dari hati ke hati. Saya pun mengira tragedi ini akan menjadi salah satu awal ketidak nyamanan yang akan kami lewati selama satu tahun karena kejadian ini berlangsung dari hari ketiga kita bertemu. Tak terbantahkan kejadian tersebut langsung menyebar ke negeri seberang, maklum saja karena tembok dimana kami berkumpul tersebut pun bisa bicara sehingga ketika ada orang lain selain kami yang berada dekat tembok tersebut, si tembok seolah-olah berbisik menceritakan apa yang sudah terjadi sebelum kedatangannya. Ada pepatah mengatakan “sesuatu yang kita inginkan belum tentu yang terbaik untuk kita, dan sesuatu yang tidak kita inginkan belum tentu buruk untuk kita”. Sangatlah wajar ketika pertama kali kami disatukan ada perasaan minder atau perasaan minoritas, bisa dikatakan kami berisi orang-orang “WAW” pada masanya. Dan perasaan itu pun mendera kepada saya pribadi. Namun waktu dan keadaan menuntun kita ke arah pengenalan diri masing-masing. Sesuai dengan pribahasa “tak kenal maka tak sayang”. Salah satu kalimat yang terngiang dalam tragedy tersebut yang masih saya ingat adalah “kita baru tiga hari, dan kita masih akan menjalani kebersamaan selama satu tahun”. Sepertinya setiap orang yang berada di ruangan tersebut mencamkan baik-baik kata kata tersebut.
    Satu bulan pertama memang sepertinya belum tercipta feel yang menyatu, feel tersebut masih terpartisi belum seluruhnya memiliki. Di bulan-bulan selanjutnya feel tersebut mulai menjangkit ke semua anggota hingga terbentuk satu feel yang benar-benar terasa sekali kebersamaanya. Tidak dapat dipungkiri memang ketidaksepahaman selalu ditemui ditiap bulannya dan tiap bagian, namun adalah sebuah kewajaran.mengingat kami terdiri dari belasan kepala dengan isi pemikiran yang berbeda. Kedewasaanlah yang menuntun kami untuk tetap berada dalam satu garis sinergis dan saling koperatip. Masalah bukanlah untuk dihindari melainkan untuk diselesaikan, karena adanya masalah kualitas kedewasaan kita dalam berpikir dan bersosialisasi semakin teruji. Mungkin setiap orang disini memiliki kisah dan pengalaman yang unik yang hanya dialami oleh pelakunya saja. Total 6 bulan yang harus kita lewati bersama-sama walaupun beberapa moment kita dibagi dalam beberapa bagian. Tujuan yang sama mendasari kebersaman kita untuk melewati semua rintangan. Muka kusut, rambut lepek,, dompet cekak, susah, senang, turun ke lapangan bersama-sama, kena marah, diberi petuah, diberi sanjungan, dinilai negative oleh negara sebelah, kerja dalam tim, kerja secara individu kami alami semua.
    Kegiatan selama 6 bulan lebih banyak menuntut kerjasama tim, kesuksesan pun disini terletak pada tim bukan terletak disalah satu orang saja. Loyalitas yang dimiliki oleh tim ini memang patut di acungi 4 jempol, dimana kemauan untuk saling mendukung, saling menjaga, saling mensuport benar-benar terasa. Loyalitas Pikiran, tenaga, dan harta masing-masing terisi oleh setiap anggota sesuai dengan yang dimiliki dari ketiga point tersebut sehingga saling melengkapi satu sama lain. Perasaan jenuh, bosan, dan rindu ketika kita dibagi-bagi ke dalam tim kecil pun pernah saya alami. Trimester pertama masih terasa tak begitu berat, belum terasa adanya tekanan yang begitu hebat, mulai memasuki trimester kedua tekanan sudah mulai naik, dan di posisi ini tingkat manajemen kesabaran dan kepribadian pun turut meningkat. Pepatah mengatakan “ketika seseorang akan dinaikan derajatnya makan dia harus melewati sebuah ujian”. Sebuah kalimat keluar dari salah seorang dosen yang berbunyi “pendidikan ini konon katanya bisa lebih mendekatkan dan bisa menjauhkan”. Perkataan dosen tersebut benar-benar tidak meleset. Mungkin memang benar pada suatu kondisi keaadan ini memunculkan perasaan kecewa, muak, marah dan bahkan benci. Namun perasaan itu tidak serta merta membuat kami terkotak-kotakan justru perasaan tersebut malah muncul menjadi sebuah canda tawa yang berubah menjadi suatu kerinduan ketika kami benar-benar dipisahkan jauh di trimester ke 3.
    Pada trimester ke 3 kita di pecahkan dalam kelompok kecil dan terpisah oleh jarak yang jauh, rasa rindu untuk berkumpul pun tak terelakan lagi, walaupun mungkin dahulu si A punya rasa kesal terhadap si B, namun ketika benar-benar dipisahkan oleh jarak si A, B, C D, E dan  seterusnya pun saling merindukan baik tingkahnya yang “unik” ataupun rindu berkumpul, saling menertawakan, saling ejek-ejakan, ataupun merindukan saat harus melewati bagian yang menguras tenaga, pikiran, da nisi dompet sampe menyebabkan muka lepek. Saya bersukur bisa berada diantara orang-orang yang bisa menerima saya apa adanya, walaupun mungkin penduduk dari negara sebelah terkadang memberikan penilaian yang tidak diharapkan tetapi saya selalu berpikir “ BODOOOOO AMAT” rutinintas yang saya lewati selama pendidikan lebih banyak dilakukan dengan tim ini bukan dengan penduduk negara sebelah. Ucapan kasar, perbuatan kasar pernah saya lakukan selama saya menjadi bagian tim ini, tapi mereka masih mau menerima keberadaan saya dan memperlakukan saya dengan sangat baik. Satu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan selama menjalani pendidikan ini adalah ketajaman mulut dan kecepatanya untuk melukai perasaan orang tidak bisa diragukan lagi. Inilah salah satu dosa terbesar saya kepada mereka.
    Kini kita sampai pada tahap awal menuju tahap akhir dari pendidikan ini, dimana kegiatan lebih banyak menuntut kemampuan individu masing-masing. Semoga perjuangan bersama-sama selama 12 bulan yang sudah kita lewati akan tetap terjaga sampai hari tua. Setelah perjuangan ini berakhir kita akan menjalani hidup kita masing-masing unutk menjemput impian kita masing-masing. Disaat itulah mungkin intesitas komunikasi kita akan mulai menurun, memudar, dan bahkan mungkin menghilang (lost contac). Semoga setelah kita meraih semua tujuan dan impian kita masing, kita bisa menjalani kebersamaan seperti yang telah kita lewati selama 12 bulan lalu.  Saya masih teringat akan perkataan seorang dosen “ketika kita sudah tua, punya anak, anak-anak sudah dewasa, impian kita sudah tercapai, hidup sudah sukses, maka yang dicari kembali adalah teman, terutama teman semasa kita berjuang bersama-sama melewati pahit manisnya semasa menuntut ilmu”. Tulisan ini berisi harapan dan rasa syukur saya terhadap pencipta karena saya diberi kesempatan untuk dapat menjalani kehidupan dan berjuang bersama-sama kalian, mengenal kalian adalah suatu kehormatan hidup untuk saya.

    Salah satu keinginan yang belum tercapai adalah merasakan jalan bersama berisi satu tim penuh “I Squad”, dimana saya membayangkan kita melakukan seuatu perjalanan menggunakan kereta api dihiasi kesederhanan, menyaksikan indahnya negeri ini, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri luasnya samudara beratapkan langit yang biru dan berhiaskan gumpalan awan putih yang elok. Menikmati secangkir teh hangat di teras cottage ditemani petikan senar gitar yang diiringi lagu  “sebuah kisah klasik (SO7)”, rembulan dan bintang menjadi penerangan kita di kala malam menghampiri. Deburan ombak dan belaian angina malam menina bobokan kita sampai mentari menyapa kita lewat sentuhan kalauan cahanya yang jatuh di wajah kita. Sebuah keinginan yang mungkin terlihat lebay dan freak, namun ini hanyalah sebuah keinginan dan impian. Keinginan dan impian adalah sebuah prilaku yang dimiliki oleh orang yang memiliki tujuan hidup yang tidak hanya mengikuti arus air saja.