pemandangan ranukumbolo
Entah
dari mana muncul kata yang namanya “pecinta alam”, namanya sungguh terlihat
mulia, mencerminkan akan kecintaan seseorang pada kelestarian lingkungan dan
alam. Dengan menjamurnya media social yang menyediakan fasilitas untuk
membentuk wadah atau perkumpulan dibidang minat yang serupa, sebut saja
komunitas pendaki gunung, komunitas pendaki gunung Indonesia, para pendaki dan
masih banyak lainnya kalau kita teliti kita bisa lihat total anggotanya yang
masuk ke dalam grup tersebut mencapai belasan ribu orang dan bahkan bisa
mencapai puluhan ribu belum lagi orang-orang yang menunggu konfirmasi dari
addmin grup tersebut. Dari sana saya
mengasumsikan bahwa dinegeri ini ternyata banyak sekali orang-orang yang
mungkin mengakui dirinya bagian dari “pecinta alam”. Grup yang mewadahi komunitas tersebut memang
sangat bermanfaat karena kita bisa saling berbagi informasi dan pengalaman, dan
tak jarang pula kita lebih mudah medapatkan kawan saat akan mendaki gunung,
namun tak jarang juga dalam grup tersebut membicarakan hal yang tak semestinya
dibicarakan. Sisi baik dan sisi buruk dari suatu komunitas pasti dapat dilihat
secara langsung maupun secara tidak langsung beberapa waktu yang lalu ada
komunitas atau grup facebook perkumpulan orang yang suka mendaki gunung
mengadakan acara social hal tersebut sangatlah bermanfaat tentunya. Namun yang
ingin saya kritisi bukan soal grup nya tersebut, karena saya menilai grup
tersebut malah banyak sisi positifnya sebagai sarana edukasi dan pemersatu
antar sesama penggila ketinggian, apa lagi di negeri ini bertebaran
gunung-gunung yang sangat indah, dan walaupun kita Negara beriklim tropis kita
juga mempunyai gunung yang di puncaknya terdapat salju, sungguh anugrah yang
patut kita syukuri. Yang perlu kita
sadari dan tanamkan dalam diri kita terutama saat kita bisa merasakan nikmatnya
keindahan alam ini “kita harusnya berpikir apakah 10 tahun kemudian saya masih
bisa merasakannya? Apakah anak cucu saya masih bisa merasakan indahnya negeri
ini?” jangan sampai keindahan negeri ini menjadi sebuah sejarah, legenda, atau
hanya jadisebuah dongen saja dikemudian hari karena terjadi kerusakan akibat
kelalaian kecil yang secara sadar atau tidak sadar kita lakukan. Terkadang mungkin kita merasa hal kecil yang
kita lakukan tersebut tidak akan berdampak besar, baik dalam hal kebaikan
maupun keburukan. Misalnya saya menyoroti kasus yang terjadi beberapa waktu
lalu mengenai terbakarnya kawasan ranukumbolo di gunung semeru, kejadian
tersebut mungkin bisa di disebabkan oleh 2 hal yaitu oleh orang yang membuang puntung
rokok sembarangan, atau disebabkan oleh api unggun yang lupa dimatikan sampai
tuntas. 2 hal tersebut terlihat sangatlah sepele, namun kita lihat dampaknya
sangat luar biasa, keindahan alam ranukumbolo menjadi tercoret, kesan indahnya
pun hilang, yang ada hanyalah kesan memperihatikan, salah satu gunung terindah
di Indonesia penuh dengan serakan debu api karena adanya kebakaran tersebut,
belum lagi sampahnya, bahkan sempat muncul kata-kata yang tidak enak di dengar
oleh telinga “puncak tertinggi tanah jawa telah berubah menjadi tempat pembungan
sampah tertinggi di pulau jawa”, saya pribadi tidak ingin melemparkan kejadian
ini kepada salah satu pihak, tapi kembali lagi pada kepribadian masing-masing,
ternyata pendaki gunung dinegeri ini masih belum banyak yang menyadari
pentingnya menjaga kelestarian dari mulai hal kecil. Salah satu contoh tindakan
kecil yang dapat menjaga kelestarian alam adalah tidak meningglakan secuil
sampah di gunung, misalkan tidak membuang puntung rokok. Coba kita bayangkan
apabila seorang pendaki membawa rokok 2-3 bungkus asumsikan 1 bungkus 12 batang
artinya bila rokok tersebut dinyalakan maka akan membentuk 12 putnung rokok
dikali 2-3 bungkus artinya sudah terbentuk 24-36 puntung rokok, kita kalikan
kembali dengan total pendaki. Misalnya beberapa waktu lalu pendakian ke gunung
semeru mencapai 3050 orang asumsikan dari 3050 orang tersebut sebanyak 1200
orang adalh perokok (misalkan) nah bisa dibayangkan 1200 orang x 36 puntung
rokok total puntung rokok tersebut sudah mencapai 43.200 puntung rokok, iya
mending kalau puntung rokok tersebut dibawa kembali turun ke bawah nah kalau
tidak bisa di bayangkan sendiri. Satu puntung rokok baru akan terurai oleh
mikroorganisme setelah 10 tahun, bisa dibayangkan kembali butuh berapa ratus
tahun supaya puntung rokok sebanyak itu bisa terurai…?? Belum lagi puntung
rokok tersebut bisa menyebabkan kebakaran.
Mendaki gunung samil merokok tidak dilarang, yang dilarang itu mengotori
gunung dengan puntung rokok dan sampah tak berguna yang dapat menyebabkan
kerusakan alam. Mari mulai dari sekarang kita jaga tingkah laku, kebiasaan,
serta budaya kita yang tadinya kurang peduli menjadi peduli, yang sudah peduli
menjadi lebih peduli. Ga ada ruginya kok kalau kita peduli terhadap lingkungan,
malah kita akan diuntungkan ketika kita-kita peduli terhadap lingkungan, dan
sebaliknya ketika kita berlaku tidak peduli terhadap alam maka jangan salahkan
siapa-siapa bila ada bencana, tapi salahkan kelalaain diri kita sendiri.