Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Susur Belantara Taman Nasional Merubetiri

  • Sunday, July 28, 2013
  • mansyurahmad.blogspot.com
  • Label:
  • kawasan desa sukomade Taman Nasional Merubetiri





    KEPULAUAN KARIMUN JAWA

  • mansyurahmad.blogspot.com
  • Label:

  • Kepulauan karimunjawa termasuk ke dalam Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, yang terdiri dari 27 pulau, secara administrative termasuk ke dalam kabupaten Jepara.  Akses menuju karimunjawa dapat ditempuh melalui jalur udara dan laut.  Untuk penyebrangan lewat laut dapat ditempuh dari pelabuhan pantai kartini atau dari pelabuhan semarang, untuk penyebrangan sendiri tidak tiap hari biasanya dalam seminggu hanya ada 2 atau 3 kali saja penyebrangan, kapal yang biasanya melakukan pelayaran adalah jenis ferri atau kapal motor boot.  Untuk harga tiket penyebrangan menggunakan kapal feri harganya sekitar Rp.32.500 dengan waktu tempuh sekitar 6 jam, sedangkan untuk kapal motor boot atau speedboot harganya berkisar antara Rp.90.000 ke atas namun jarak tempuhnya lebih cepat yakni sekitar 2-3 jam saja, sedangkan untuk transportasi udara biasanya penerbangan dilakukan dari semarang.
    Karimunjawa memilik panorama keindahan yang masih asri, selain lautnya masih bersih pantai-pantai disanapun sangat indah, untuk penginapan sendiri disana ada beberapa resort yang cukup bagus, dan banyak juga homestay-homestay yang harganya mulai dari Rp. 20.000 perorang permalam.  Walaupun harga homestay disana bisa dikatakan murah terutama untuk para backpacker tapi fasilitas dan kenyamanannya cukup terjamin.  Biasanya pas kapal bersandar di dramaga nya disana sudah banyak para pemilik homestay yang menawarkan penginapannya, harga homestay disana hampir sama semua harganya, jadi waktu kita sampai disana kita tidak usah bingung untuk mencari penginapan.



    Biasanya pada saat musim liburan tiba, pengunjung ramai sekali terutama para mahasiswa yang hendak liburan bersama teman-temannya, terkadang ada beberapa turis asing yang berlibur disana.  Untuk objek wisatanya sendiri disana banyak sekali, mulai dari pantai pasir putih, penangkaran hiu, pulau yang adanya hanya pada saat surut saja, jungle track, dan masih banyak yang lainnya.  Karena karimunjawa termasuk kedalam Taman Nasional yang pengelolaanya sendiri berada dibawah departemen kehutanan, jadi disini ada pembagian zona, antara zona yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan maupun warga sekitar, dan ada juga zona yang hanya boleh dikunjungi oleh pihak pengurus Taman Nasional dan para peneliti biasanya zona ini disebut dengan zona inti, peraturan ini diberlakukan untuk menjaga kelestarian alam disana.




    Bagi para muda-mudi yang suka memicu adrenalin, di karimunjawa ada objek wisata yang cukup ekstrim yaitu berenang bersama hiu-hiu ganas dipengkaran hiu yang dikelola oleh salah satu warga disana, cukup dengan mengeluarkan uang Rp.5.000 kita dapat renang bersama hiu sepuasnya. Penangkaran hiu ini sendiri letaknya ada di pulau menjangan tak jauh dari pulau karimunjawa nya sendiri, dengan menyebrang menggunakan kapal kita akan sampai dalam waktu 5 menit.  Disana sendiri untuk jalan-jalan ke antar pulau kita bisa menyewa kapal-kapal nelayan dengan harga sekitar Rp.350.000 seharian dan dapat diisi oleh 10 orang penumpang.  Biasanya kita oleh sang pemilik kapal diantarkan ke spot-spot favorit yang menjadi incaran para turis yang berkunjung kesana, disana kita juga bisa melakukan snorkeling dan penyewaan alat snorklingnya pun tersedia cukup dengan merogok kocek Rp.35.000 perorang kita bisa memakai alat tersebut sepuasnya dari pagi sampai sore


    Di pulau karimunjawa nya sendiri terdapat gunung yang memiliki ketinggian sekitar 500 mdpl, dari bukit gunung tersebut kita dapat melihat pemandangan yang sangat indah terutama ketika cuaca sedang bersahabat.  Air diperumahan warga sekitar pantai rasanya tidak asin ataupun payau, konon menurut polisi kehutanan sana, ini disebakan garamnya tertahan oleh hutang mangrove yang ada disana, memang disana hutan mangrove nya terpelihara dengan baik, selain itu dihutan mengrove tersebut terdapat track dengan panjang sekita 2 km yang sengaja dibangun untuk tujuan wisata.


    Dikala sore ketika cuaca sedang cerah mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan tenggelamnya matahari yang sangat indah.  Di pulau karimunjawa nya sendiri ada spot khusus yang sangat strategis untuk menikmati pemandangan tenggelamnya matahari, disini kala sore tiba para turis sangat banyak, mereka dating ke spot ini untuk menikmati pemandangan indah tersbut.  Untuk makan selama kita berada di karimunjawa, kita bisa mesan ke pemilik homestay kalau untuk harga sekali makannya bisa disesuaikan atau tergantung dari lauk yang kita pesan, secara keseluruhan untuk biaya makan kalau memesan dari homestay memang cukup mahal.  Saat sore hari tiba, kita bisa main ke alun-alunnya, disana bisanya bara penjual makanan mulai dari makan ringan sampai makanan berat, untuk harga sendiri relative tak begitu mahal.  Jangan kaget ketika kita berlibur kesana kita hanya bisa mendapatkan listrik dimalam hari, karena listrik baru menyala mulai magrib sampai pukul 5.30 pagi.
    Selain itu disini ada juga tempat pengkaran penyu semi alami dan jalur lintasan lumba-lumba saat musim migrasi, daerha ini tepatnya berada di pulau kemujan, batas antara pulau karimun dan pulau kemujan sendiri hanya dipisahkan oleh sungai yang lebarnya sekitar 3 meter saja.  Dikala dating musim bertelur penyu-penyu disana mendarat untuk bertelur, dan biasanya petugas kehutanan disana melakukan patrol selama musim penyu bertelur, untuk mengambil telur-telur penyu tersebut kemudian memindahkanya ke tempat penetasan semi alami, tujuannya sendiri adalah untuk konservasi dan mencegah telur-telur tersbut dimangsa oleh predator sebelum menetas, dan untuk mencegah tangan-tangan jahil manusia yng suka mengambil telur tersebut untu tujuan komersial.  Selain itu juga disaat datang musim migrasi kita bisa melihat gerombolan lumbba-lumba yang hendak melakukan migrasi

    IGTF CHATER #5 (tragedi)

  • Monday, July 22, 2013
  • mansyurahmad.blogspot.com
  • Label:


  • NASEHAT DI DALAM NASEHAT
    (orang yang mempunyai nasehat cemerlang belum tentu bisa mengaplikasikannya,namuan belum tentu juga kita tidak bisa mengaplikasikannya)
                                                                                 

    Dalam hidup kita pasti memiliki orang-orang terdekat dan lingkungannya, dalam hubungan dengan teman dan lingkunganya tersebut kita juga pasti akan menemukan hal-hal yang bisa membuat kita bangga terhadapnya, dan pasti kita juga akan menemukan suatu hal yang mengetuk hati kita untuk memberikan nasehat atau saran  kepada teman atau lingkunganya di saat ada ketidakwajaran dan keganjilan.  Ketika kita merasa bangga dengan teman atau orang terdekat dengan kita karena dia telah melakukan yang bisa dianggap heroic baik dalam prestasi akademik maupun non akademik, kita harus pintar-pintar dalam memilih kata-kata ungkapanya serta cara mengungkapakannya baik secara langsung maupun lewat media social, jangan samapai karena salah memilih kata, tempat, dan media,niat kita malah ternilai buruk, atau dinilai terlalu berlebihan (lebay).
    Ada satu hal yang biasa terlupakan oleh kita dalam hal tersebut, yaitu orang lain punya hak untuk menilai kita atas apa-apa yang telah kita perbuat, namun terkadang kita tidak bisa menerima penilaian orang lain terhadap kita, karena kita merasa penilainya salah dan hanya sebatas melihat dari luar saja. Beberapa hal yang perlu kita sadari jika berada di posisi yang di nilai adalah, sang penilai (orang lain atau orang yang berada dilingkungan sekitar), kebanyakan hanya menilai dari luar saja, tanpa mau tau dalamnya (prosesnya), penilai selalu merasa dirinyalah yang paling benar, penilai hanya cukup melihat dia sudah bisa menghasilkan angka penilaian, terkadang penilai tidak memperhatikan aspek kebatinan atau perasaan yang dinilai.
    Sebagai orang yang dinilai kita harus percaya pepatah “tak aka ada asap kalau tidak ada api”, mungki kita bisa sama sekali tidak menganggap justifikasi dari penilai yang menilai perbuatan kita, namun kita juga tidak boleh serta merta menolak semua hipotesa tentang diri kita yang diberikan oleh penilai, kita harus tetap merespon sebagian yang diungkapakannya, yakinilah “bahwa tak selamanya kebenaran dan kesalahan itu akan berdiri tegak”, karena kita bukanlah malaikat yang selalu patuh, dan bukan juga syetan yang selalu membangkang, dalam hidup kita maupun orang lain pasti pernah melakukan salah dan benar.  Semua hipotesa yang dilontarkan orang lain (penilai/orang yang menilai) kepada kita pasti ada benarnya dan pasti ada salahnya, kita harus bisa menangkap dan menerima kebenaran yang negative tentang diri kita yang di nilai orang lain, supaya kita bisa mengoreksi dan mengintrospeksi diri menjadi pribadi yang lebih baik, jadi dalam menanggapi penilaian orang lain tentang diri kita, kita tidak boleh menolaknya mentah-mentah, dan tidak boleh juga kita menelannya bulat-bulat, tapi kita analisis terlebih dahulu, mana yang benar dan mana yang salah setelah itu baru kita lakukan tindakan yang negativenya kita buang dan yang positif nya kita ambil lalu tingkatkan.
    Ketika kita berada di posisi sebagai seseorang yang mengeluarkan hipotesa dan penilaian terhadap orang lain, kita harus bisa menganalisis terlebih dahulu apa yang akan kita nilai, jangan hanya semata-mata kita mengeluarkan hipotesa dan penilaian dari apa yang kita lihat saja, tanpa mengetahui apa yang tidak kita lihat, ini berlaku baik dalam kita mengeluarkan hipotesa dan penilaian baik dan buruk tentang orang lain. Apa yang kita lihat belum tentu sama dengan apa yang tidak kita lihat, kita memang mempunyai hak untuk menilai orang lain namun alangkah baiknya jika kita tidak usah atau jangan terlalu sering menggunakan hak tersebut, kecuali memang sangat-sangat dibutuhkan dan kita memang sudah tau baik apa yang terlihat maupun yang tidak terlihat tentang apa-apa yang akan kita nilai.  Kita perlu sadar dan perlu memperhatikan perasaan orang yang kita nilai, sebagai manusia yang memiliki perasaan kita harus saling memikirkan perasaan masing-masing, dan mencoba untuk memposisikan diri kita diposisi yang akan dinilai.
                Terkait nilai dan penilaian ini biasanya akan kita dapatkan ketika kita memiliki intensitas yang tinggi dalam bersosialisasi, orang yang memiliki intensitas bersosialisai lebih tinggi biasanya akan mendapatkan penilaian yang beragam ketimbang orang yang memiliki intensitas sosialisasi dengan lingkunganya rendah.  Karena seringnya kita bersosialisasi, baik berbicara di depan umum, memimpin jalannya suatu kegiatan, maupun interaksi dengan orang-orang yang berbeda latar, sehingga secara tidak sadar itu akan memunculkan sesuatu yang menuntut kita untuk bisa beradaptasi, dan secara tidak sengaja hal-hal tersebut terbawa saat berinteraksi dengan orang lain yang berbeda latar belakang lagi,

    IGTF CHAPTER #4

  • mansyurahmad.blogspot.com
  • Label:


  • PENTINGNYA KOMUNIKASI
    (Menyampaikan Kata-Kata Ilmiah Menjadi Bahasa Yang Mudah Dicerna Oleh Masyarakat Awam)


    Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan luput dari “komunikasi” karena komunikasi merupakan cara kita berinteraksi dengan orang-orang yang ada disekitar kita.  Dalam berkomunikasi dengan orang lain kita harus memperhatikan berbagai aspek seperti adat istiadat, daerah, budaya, dan mungkin suku.  Ketidakfahaman dalam aspek-aspek tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang kompleks, dan bahkan bisa juga memicu perselisihan antar komunitas, ataupun suku.
    Terkait dalam berkomunikasi saya mempunyai kisah dan cerita yang saya anggap benar-benar berkesan, kejadian tersebut saya alami saat saya mengikuti kegiatan IPB Goes To Field  di kabupaten Kudus (IGTF Kudus 2013).  Kejadian unik tersebut saya alami tepatnya di desa Bulungkulon disaat saya ditugaskan oleh ketua pelaksana IGTF Kudus 2013 untuk mendampingi adik-adik semester 4 untuk melakukan pemberian obat cacing gratis untuk ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba.
    Kebetulan dalam acara IGTF tersebut ada program pemberian obat cacing untuk ternak secara gratis, kejadian bermula disaat rombongan peserta IGTF Kudus 2013 melakukan pemberian obat cacing (pencekokan) di salah satu kandang sapi milik usaha kelompok, disaat para rombongan selesai melakukan pencekokan dikandang sapi tersebut, ada seorang ibu-ibu lanjut usia, umurnya sekitar 70 tahun ke atas, dari kejauhan ibu tersebut terlihat berjalan menghampiri rombongan kita, karena ibu tersebut tau atau mungkin dikasih tau orang lain kalau rombongan kita sedang melakukan pemberian obat cacing secara gratis, tanpa pikir panjang sebagian dari rombongan kita yang dipimpin oleh kordinator desanya saudari Erdina, dan teman saya M. Denny sapto yang juga ditugasi oleh ketua pelaksana :  Ganjar Alaydrussani untuk menjadi pendamping, mendatangi kandang ternak kambing milik ibu-ibu tersebut, pada saat itu saya memilih untuk melakukan pengambilan foto kegiatan, dan diam bersama rombongan lainnya dikandang sapi sambil menunggu pemilik kandang sapi yang laiannya.
    Dalam pembrian obat cacing tersebut ada aturan main dan aturan pakainya, yakni : tidak boleh diberikan kepada hewan bunting atau sedang menyusui, tidak boleh diberikan kepada ternak dibawah umur satu tahun.  Sebelum melakukan pencekokan rombongan tersebut ada yang bertanya kepada sang pemilik apakah hewan tersebut sedang bunting atau sedang menyusui…?? Sang pemilik menjawab “tidak kok” cekok aja semua kambingnya, mungkin sang pemilik berpikir supaya ternaknya sehat-sehat dan gemuk. Dengan instruksi dari sang pemilik dan dari hasil wawancara “wakil rombongan”, maka semua ternak kambing diberikan obat cacing, kemudian setelah beres rombongan tersebut kembali ke kandang sapi, karena saat itu pemilik kandang sapi mengajak berdiskusi kecil, terkait ternak sapi.
    Tak lama berselang sekitar 15 menit kemudian sang pemilik teriak-teriak memanggil kita, “mba, mba mba kambingnya jadi kejang-kejang” sambil lari panik M.Denny dan sebagian rombongan berlari ke kandang kambing sang pemilik untuk mengecek keadaan kambingnya tersebut, dan sekali lagi saya memilih diam sambil memaikan kamera, karena saya menganggap “ah palingan dosisnya kelebihan atau mungkin keracunan dari makanan”, ga apa-apa itu hanya reaksi sesaat, dan ditambah lagi waktu saat itu saya memang sedikit malas untuk bergerak, dan saya percaya kepada M.Denny karena pengalamannya sudah banyak.
    Setelah beberapa saat terlihat sang pemilik lari-lari, saya bertanya kepada peserta rombongan, “kenapa si ibunya”, kata salah seorang peserta “ibunya mau nayri air kelapa buat si kambing”, setelah itu saya datang ke kandang kambing tersebut, saya lihat kambingnya tidak apa-apa karena si kambing masih mau makan hanya memang sambil duduk, seraya melihat kondisi kambing tersebut saya bicara kepada M.Denny dan peserta “ah ini mah ga apa-apa, kasih aja air kelapa sama susu” untuk menetralisir racunnnya.  Salah seorang peserta pun dengan cekatan segera bergegas untuk  membeli susu, lalu susu tersebut diberikan ke kambing dengan cara susu dismasukan melalui mulut menggunakan syring 20ml lalu mulutnya diguyur dengan air kelapa. Tak lama kemudia si kambing pun berjalan kembali dan makan kembali, lalu rombongan sebagian pergi menuju tempat istirahat, sekitar 10 menit kemudian sang pemilik memanggil-manggil lagi, “kambingnya kejang lagi”, dari sana mulai terjadi ketegangan terutama para peserta, langsung saat itu saya menelpon Pembina Prof. Dr. drh Agik suprayogi MSc, AFI.  untuk menanyakan solusinya, setelah saya ceritakan kronologinya beliau menjawab“ah insyaallah tidak apa-apa itu hanya shock saja” coba kamu cek frekuensi jantungnya, nafasnya, dan suhu tubuhnya lalu berikan arang aktif,”, dan memang nanti ada apa-apa kambingnya beli saja sebagai ganti rugi,” sehabis percakapan dengan pembinapun saya mencoba melaporkan kejadian tersebut dan menceritakan kronologinya kepada ketua pelaksana (Ganjar Alaydrussani), dan tanggapan ketuapun mengiyakan “kalau ada apa-apa dengan kambingnya akan diganti 100%”, acara meminta saran dan pelaporan selesai dengan segera lalu saya meminta tolong salah satu peserta untuk membeli arang aktif, sesuai instruksi dari Pembina kita memberikan arang aktif tersebut, arang aktif tersebut juga berfungsi untuk menetralisir racun-racun yang ada dalam tubuh,  setelah diberikan arang aktif kambing tersebut kembali lagi berjalan dan makan, kemudian saya menyuruh dan meminta tolong kordes untuk berbicara kepada sang pemilik menggunakan bahasa jawa “saat itu saya memang tidak bisa berbahasa jawa” kalau ada apa-apa atau kambingnya mati kita akan menggantinya 100%.
    Sang pemilik baru menceritakan kalau kambingnya 3 minggu yang lalu baru melahirkan namun semua anaknya mati, jadi secara normal kambing tersebut masih berada dalam masa menyusui anak-anaknya, ditambah lagi kondisi kambing tersebut memang tidak sehat, kambing tersebut mengalami ketidak normalan pada salah satu ambingnya, kami memperkirakan kalau itu adalah sebuah tumor dan umur kambing tersebut sudah sangat tua, yaitu brumur 4 tahun.
    Acara pencekokan dengan tragedi kejangnya kambing sang warga pun selesai, semua rombongan kembali dimobilisasi ke basecamp.  Sembari menunggu saudara Ganjar dan Bagus (salah satu tim yang menjadi pembimbing), saya dan M.Denny istirahat dan mencari makan dahulu karena waktu itu sudah siang dan hampir menuju sore.  Setalah mereka datang kita pun menceritakan semua kronologinya, dan ternyata pasca saya melaporkan kejadian kejangnya kambing warga tersebut membuat panik bagus dan ganjar yang memang pada waktu yang bersamaan mereka juga sedang melakukan pencekokan di desa yang lain.
    Waktu pun telah sore kami berempat pun pulang menuju rumahnya ganjar, karena kita berempat semua sudah  kelaparan jadi kita putuskan setelah shalat magrib untuk makan dirumah makan garang asam sari rasa, yang memang merupakan salah satu makanan khas kota kudus.  Setelah makan beres kita melanjutkan perjalanan pulang ke rumah ganjar, selama perjalanan ke rumah, kita berempat membicarakan tentang kambing tersebut, sampai pada suatu ketika saya bertanya kepada ganjar “jar pejah artinya apaan?,” karena memang itu bahasa jawa, dan ganjar dengan denny sedang membahas “pejah”, kata ganjar artinya “mati”, saya Cuma bergurau dengan kata pejah, karena saya yakin kambing tadi tidak akan mati.
    Sekitar 5 menit setelah saya menanyakan tentang arti dari kata pejah, sang kordes desa bulungkulon menelpon, “mas kembing yang tadi mati”, tadi saya dikasih tau oleh pak kadus, dan pak kadus meminta pertanggungjawaban kita”, ganjar hanya menjawab “ya sudah kita bayar kambingnya”.  Begitu sampai rumah ganjar kita langsung kembali lagi ke desa bulungkulon, kita sampai rumah hanya mengganti kendaraan saja, akhirnya kita menggunakan motor.  Sekitar 15 menit kita sampai di TKP “karena bawa motornya ngebut”, langsung kita semua (pembimbing lapangan, dan rombongan peserta) mendatangi rumah pak kadus, dan disana menjadi tempat pertemuan antara kita dengan sang pemilik, setelah terjadi percakapan yang cukup panjang baik dengan pak kadus dan sang pemilik, ternyata kambing tersebut belum mati, pak kadus hanya salah informasi, si kambing hanya terlihat lemas saja, namun pada malam itu saudara ganjar memutuskan untuk membayar kambing tersebut, karena berpikir takut sampai kambingnya mati itu akan berdampak pada kepercayaan, dan akhirnya setelah terjadi perdebatan kita langsung mebayar sang kambing naas tersebut, dan membawa kambing tersebut ke rumah ganjar, semua peserta disuruh untuk pulang kembali ke basecamp.
    Kita (Saya, ganjar, denny, dan bagus) kembali pulang sambil membawa kambing betina naas. Banyak hal yang saya lewatkan dalam prolog pengalaman saya tentatang masalah komunikasi tersebut, intinya keseokan harinya kambing tersebut kejang-kejang kembali hampir sudah tidak bernafas, sampai akhirnya kambing tersebut tewas di tangan sang jagal jadi-jadian, dan setelah dibuka organ dalamnya memang sudah mengalami kerusakan parah hati, jantung, lemak, usus nya sudah rusak “dalam hal ini saya tidak menggunakan istilah kedokteran hewan biar mudah di mengerti, jadi saya gunakan istilah “rusak saja”, dalam lambungnya pun terdapat plastic dan raffia karena si kambing ini ternyata makannya sembarangan.
    Dari cerita dan prolog pengalaman tersebut yang ngaler-ngidul alias ga karuan saya dapat mengambil kesimpulan “ betapa pentingnya kita sebagai kaum intelek untuk berkomunikasi dengan baik, dan mengetahui latar budaya, adat istiadat dari lawan komunikasi kita.  Kita harus bisa memilih kata-kata umum yang mudah dimengerti oleh khalayak banyak terutama masyarakat awam, yang memang tidak mempunyai latar pendidikan seperti mahasiswa, isitilah-istilah ilmiah yang biasa digunakan dikampus atau di bangku kuliah yang kita anggap keren, itu sebaiknya tidak digunakan saat berkomunikasi denga kaum awam karena tidak bermanfaat, dalam artian pemahaman untuk kata-kata tersebut, bisa dikatakan asing untuk mereka, kita dapat menggunakan istilah-istilah asing apabila lawan kita “sepadan” misalkan sesama mahasiswa.  Selama di bangku kuliah mungkin kita tidak pernah diajarkan bagaimana cara berkomunikasi dilapangan, dan bagaiamana pemilihan kata-kata nya yang dapat dicerna oleh kaum awam, kalaupun pernah itu hanya berapa persen, dan saya yakin tidak lebih dari 5%, betapa jauhnya antara ilmu yang di dapat selama di bangku kuliah, denga aplikasinya dilapangan.  Setelah saya mengikuti IGTF ini saya memiliki pengalaman ternyata “cukup dengan istilah yang sangat sederhana saja masyarakat dapat mencerna apa yang kita sampaikan” betapa pentingnya kita menyederhanakan kata-kata ilmiah menjadi kata-kata yang ringan dan mudah dicerna oleh semua orang sebagai modal kita berkomunikasi dengan masyarakat dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah kita peroleh di bangku kuliah, dan istilah tersebut saya sebut dengan “metode yang tidak tertulis dalam literature”
    Kesalah fatal dalam tragedy tersebut adalah komunikasi yang kurang anatara mahasiswa dengan sang pemilik kambing. Mahasiswa Hanya tidak menanyakan “kapan terakhir kambing ini bunting dan menyusui..?”, itulah hal sepele yang bisa membuat kefatalan. Secara umum dari tragedy ini saya bisa memetik 2 hal pokok mendasar yang harus kita miliki sebagai mahasiswa yaitu : 1 kemampuan berkomunikasi dengan orang yang berbeda latar serta kemampuan dalam mengubah atau mencari kata-kata yang sepadan dengan kata-kata ilmiah menjadi kata-kata yang ringan dan dimengerti banyak orang, ke 2 pentingnya memperhatikan hal-hal kecil, dan jangan pernah menyepelekan hal-hal kecil tersebut.
    BERSAMBUNG KE IGTF CHAPTER V………………………………….


    OLAHRAGA FISIK DAN MENTAL

  • Monday, July 15, 2013
  • mansyurahmad.blogspot.com
  • Label:
  • PENDAKIAN  GUNUNG MERBABU (3142 mdpl)
    Ini kali pertamanya saya mendaki gunung di daerah Jawa Tengah, ketika itu ide untuk melakukan peendakian gunung merbabu muncul ketika saya dan tim saya (Irwan, Fauzi, Fardi, Andi, Candra, Bastyan, dan Widigdo), kala itu salah satu dari mereka (Candra) mengenakan Carrier Bag dan ada gantungan kuncinya yang bertuliskan rute peta pendakian gunung merbabu, kemudian saya menanyakan padanya, “bagus ga gunung merbabu pemandanganya?, gimana dengan tracknya?”, denga ringan si Candra menjawabnya “gampang kok bang tracknya, view nya juga bagus” dengan spontan saya pun menyahut pernyataanya “wah kapan-kapan bisalah lu ajak gw kesana, hahaha”, dia pun mengiyakannya.
    Sekitar satu bulan pasca pendakian gunung ciremai (3078 mdpl) yang merupakan gunung tertinggi di daerah  Jawa Barat, saya menindaklanjuti rencana pendakian tersebut dan mengumpulkan kembali anak-anak yang berminat gabung, dan mengkordinasikannya dengan Candra, yang saya mintai bantuannya untuk menjadi tour guide pendakian gunung merbabu, anggota pun terkumpul (saya, candra, bastyan, andi, fardi) dan rencana serta persiapan untuk pendakianpun siap, dan kita mendapatkan satu anggota baru dari Universitas Gajah Mada yaitu Fandi kebetulan juga dia sudah 5 kali melakukan pendakian ke gunung merbabu, lengkaplah sudah rencana dan persiapanpun sudah matang.

    Waktu untuk melakukan pendakian pun tiba, kita brangkat dari Klaten (basecamp), menuju pintu pendakian di Boyolali kita berenam menggunakan sepeda motor karena cuma itu sarana trasnportasi yang efektif untuk mencapai tempat tujuan, waktu tempuhnya sekitar 2, 5 jam.  Setibanya di pos pendakian pertama kita mengurusi surat izin masuk (SIMAKSI) Taman Nasional Gunung Merbabu, dan menitipkan motor ditempat penitipan. Surat izin dan asuransi sudah di dapat, motor sudah dititipkan, tinggal packing ulang, karena saat itu banyak keperluan terutama logistic yang dibeli dijaalan jadi belum sempat dipacking secara benar.  



    Setelah semua beres, sekitar pukul 10.50 kita mulaiu melakukan pendakian saat itu cuaca memang cukup tidak bersahabat, agak mendung dan kabutnya pun lumayan tebal. Sekitar satu jam kemudian kita pun sampai di pos pertama, kita istirahat untuk melakukan sholat dzhur sekaligus kita jamak dengan sholat ashar, supaya tidak berabe karena harus gonta-ganti pakaian sholat.  Setelah sholat selesai kita semua melanjutkan perjalanan, selama perjalanan kita sama sekali tidak berpapasan dengan pendaki lainnya, baru sekitar di pos 4 kita bertemu dengan pendaki lainnya. Belum setengah perjalanan kita dicegat oleh hujan yang cukup lebat, namun saat itu kita memutuskan untuk terus melaju sampai ke pos yang paling dekat ke puncak, hujan yang begitu deras sehingga menambah berat barang bawaan karena basah serta dinginya udara yang menusuk tulang tak menurunkan semangat untuk terus sampai ke puncak. Selama perjalanan walaupun bawaan berat dan dinginya udara menusuk tulang tetapi kita terus ditemani oleh canda tawa yang riang, dan sesekali kita pun istirahat sambil menikmati makanan kecil yang kita bawa untuk sekedar menambah energi.




    Medan yang kita lalui tidak seberat saat pndakian gunung ciremai, medannya relative lebih mudah, dan tipe vegetasi hutannya pun berbeda lebih di dominasi oleh savana, jalur yang kita lewati naik turun bukit, pemandanganya pun cukup indah walaupun cuaca sedang buruk, view nya seperti bukit teletubies, dan sesekali ketika kabut turun puncak gunung merapi pun terlihat, waktupun tak terasa sudah sore sampai kita di pos terakhir yang paling dekat dengan puncak, kita pun memutuskan untuk mendirikan tenda dan istirahat disana, saat kita mendirikan tenda hujan mulai reda, namun cuaca dingin tetap menyelimuti kebersamaan kita, sambil mendirikan tenda, beberapa anak mempersiapkan peralatan untuk memasak, dan memasak makanan secukpnya ala pendaki, yang penting layak dimakan dan mampu menambah energi.





    Perut pun terisi dengan penuh tinggal melaksanakan sholat magrib sama isya, lalu istirahat karena dini hari masih haru bangun untuk melanjutkan perjalanan ke puncak, selama kita istirahat hujan kembali mengguyur tenda kita, sampai ada beberapa titik dari tenda kita bocoar sehingga memaksa salah satu dari kita untuk keluar membetulkan bagian yang bocor setelah semua itu beres kita pun mulai tidur walaupun berdesak-desakan, karena tenda yang harusnya diisi oleh 5 orang kita isi 6 orang, tapi itu semua tetap menjadikan kita untuk saling berbagi, hingga sampai pada saat malam hari kita semua serentak terbangun karena udara di dalam tenda sangat sedikit sehingga kita susah bernafas dan akhirnya pintu tendapun kita buka sampai waktu kita melanjutkan perjalanan ke puncak, perjalanan ke puncak baru kita lakukan setelah menunaikan sholat subuh, perjalanan yang kita tempuh untuk sampai puncak dari tempat kita mendirikan tenda waktunya kurang lebih 1,5 jam.  Kegelapan pun mulai pergi, namun sang surya belum Nampak juga karena terhalangi oleh kabut yang sangat tebal, sampai puncak pun kita tidak dapat menikmati sangsurya terbit, yang terlihat hanya seberkas cahaya saja yang terhalangi oleh kabut tebal.






    Namun semua itu tetap kita sukuri, karena berkesempatan bisa melakukan pendakian ke gunung merbabu, sang surya yang tak kunjung datang menghangatkan, namu kehangatan dalam kebersamaan masih kita dapatkan, kebersamaan yang didapatkan melakukan pendakian gunung berbeda dengan kebersamaan yang didapatkan dari kegiatan lainnya, karena mempunyai cirri khas yang berbeda. Melakukan pendakian gunung ibarat kita hendak mencapai tujuan yang kita targetkan semakin besar tujuan yang hendak kita capai maka ujian ataupun tantangannya pun semakin besar, begitupun naik gunung, semakin berat tantangannya maka akan semakin terasa sensasi kepuasannya terutama setelah sampai puncaknya.  Namun saat perjalanan pulang cuacanya cukup bersahabat sehingga kita masih bisa menikmati keindahan gunung merbabu, walaupun kita tidak bisa melihat gunung kember sindoro-sumbing dari puncak merbabu, namun kita masih bisa melihat indahnya bukit-bukit hijau seperti bukit teletubies










    Samapai jumpa dikisah pendakian gunung selanjutnya, semoga kisah saya sedikit memberikan gambaran tentang keadaan gunung merbabu, dan semoga kisah ini bermanfaat.