#pocong-pocong ngesot |
Dikala
kita mendengar kata pocong pasti pikiran kita akan tertuju pada hal berbau
horror, namun kali ini “POCONG” disini berbeda, dan tidak seseram yang
dibayangkan. Tim pocong terbentuk ketika saya melakukan pendakian ke gunung
rinjani pada tanggal 24-28 Mei 2014, ti ini beranggotakan saya (irwan), kak
apip (kepala suku) kak nanang, kak angsori, bujang juanda, dan bujang ilham (si
bujang ini anak jambi punya). Sebelumnya kita belum pernah bertemu secara
langsung, mimpi dan cita-cita menapaki puncak tertinggi ke tiga di Indonesia
lah yang mempertemukan kita (ilham, juanda, dan saya belum pernah naik gunung
rinjani sebelumnya, namun kaka apip, kaka ang, dan kak nanang sebelumnya sudah
pernah mendaki gunung ini). Entah apa yang membuat kita terasa begitu dekat dan
akrab walaupun kita baru bertemu, kedakatan dan rasa persaudaraan tumbuh selama
perjalanan mendaki menuju puncak tertinggi ke tiga di Indonesia, dari beberapa
tim yang ada diantara rombongan kita memang tim kita lah yang paling berisik dari
mulai bangun sampai kita akan tertidur lagi, terutama ini disebabkan oleh kaka ang
yang tak pernah henti-henti tertawa selama perjalanan dan kawan lainnya yang
ada saja ulah dibuatnya sehingga mengundang gelak tawa, dan paling nyentrik
adalah kaka ang berjalan sambil menyalakan music tak tangung-tanggung dia
membawa sepeaker portable dan batre cadangan (power bank untuk megisi batre
speakernya). Dan tingkah yang dilakukan oleh saya, ilham, dan juan adalah
bertanya kepada kak apip “kak bukitnya berapa lagi” karena memang pendakian ini
harus melewati beberapa bukit, kita bertiga terus menggrutu karena seakan-akan
bukit yang kita lewati tak ada habisnya kaka pip hanya tersenyum saja sambil
sesekali berucap “bukitnya satu lagi, nikmati saja, nanti juga sampe”. Sesaat kita berhenti bersama untuk istirahat
mengambil nafas, namun saat berhenti istirahat pun gelak tawa tak
henti-hentinya bahkan makin menggila, gelak tawa muncul karena tingkah ulah
dari kita maupun karena salah seorang dari kita bercerita konyol yang memang
ketika mendengarnya susah sekali untuk menahan tawa tersebut. Perjalanan selama
5 hari 4 malam membuat kedekatan dan keakraban itu pun semakin terasa. Malam pertama
kita berkemah di Antara pertengahan pos II dengan pos III karena di pos I &
II sudah penuh dari malam pertama pun kita memang yang paling menonjol dalam
membuat kerusuhan suara, kita berenam memang sangat ahli memancing lebih
tepatnya memancing keributan gelak tawa, yang laun sudah pada terlelap tidur
kita masih asik ngobrol sambil tertawa-tawa, keesokan harinya sekitar pukul
09.00 WITA kita baru melanjutkan perjalanan menuju pos pelawangan sembalun,
yang merupakan titik terahir kita dapat mendirikan tenda sebelum kita
melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi di tanah nusa tenggara. Di perjalanan
menuju pelawangan sembalun pun kita masih tertawa-tawa walaupun medan yang kita
lewati semakin terjal karena yang kita lewati adalah tiga bukit penyesalan,
dijuluki seperti ini karena medannya benar-benar menyiksa, mau pulang lagi
jauh, mau menuju puncak pun masih jauh, benar-benar bukit penyesalan, sangat
menyesal sekali kalau dalam hidup tidak pernah melewatinya, pemandangan yang
disajikan benar-benar menentramkan mata.
Saat di pos pelawangan sembalun tenda kita (kak apip, kak anang, kak ang,
bujang juan, bujang ilham dan saya) berhadap-hadapan dan berdekatan, ada yang special
pada malam itu bertepatan tanggal 25 mei 2014 dimana bujang ilham saat itu
berulang tahun, dan sekitar pukul 8.30 WITA ada acara potong kue tart entah siapa yang membawa kue tersebut tapi
itu sangat berkesan banget walaupun bukan saya yang berulang tahun, memang luar
biasa malam itu terutama buat bujang ilham, dibawah langit yang berbintang dan dekapan
dinginya malam di gunung saat itulah kita merayakan hari jadinya bujang ilham
yang ke 25, dalam hati saya terbersit “gileee bro envy gw” karena dalam 2 bulan
yang sama saya ikut merayakan 2 ulang tahun sekaligus. Setalah acara potong kue
dan tiup selesai kita segera tidur mengumpulkan energy untuk mempersiapkan
menuju puncak yang akan dilkukan pada pukul 01.00 WITA dini hari, jadi sekitar
pukul 12 kita sudah harus bangun, malam itu orang yang akan menuju puncak
berduyun-duyun ramai sekali dan jalanan pun sempit padat merayap. Sekitar pukul
01.30 WITA rombongan kita baru memulai pendakian menuju puncak, namun pada
malam itu tim pocong kekurangan dua personil yakni kak ang dan kak nanang yang
tidak melanjutkan perjalanan menuju puncak, setelah perjalanan dimulai setelah
sampai pada pegangan tangga, kak apip bilang ke saya, wan kamu duluan aja
(maksud dia duluan nanti tunggu di punggungan bukit sebelum menuju puncak),
saya mengira kak apip menyuruh saya duluan ke puncak, tanpa piker panjang saya
langsung tancap gas menuju puncak selama perjalanan saya banyak menyalip orang
sampai akhirnya saya Cuma berjalan sendiri ke puncak dan tiba-tiba ada seorang
yang menyusul saya pendaki rombongan lain namanya wahyu, saya dan dia berjalan
berdua, selama perjalanan tidak banyak istirahat, istirahat yang saya ambil
untuk menarik nafas hanya sekitar 3 menit paling lama, setelah sekian lama
berjalan akhirnya saya jalan sendirian lagi karena si wahyu berjalan lebih
pelan lagi, saya terus berjalan tanpa lihat kiri kanan ataupun ke atas, saya
hanya melirik ke belakang sesekali, yang terlihat hanyalah sorotan lampu dari
para pendaki yang akan menuju puncak, saya putar music saya dendangkan lagu-lagu
memompa semangat bertemakan Indonesia, dan akhirnya saya sampai pada suatu
daerah yang sedikit datar lalu saya bertanya pada orang yang duduk disana “mas
ini puncak”, lalu orang tersebut iya ini puncak di depan sedkit lagi, setelah
itu saya tengok ke depan dan terlihat sebuah tiang tersematkan bendera merah
putih, dan ternyata saya adalh orang yang ke emapat sampai di puncak,
perjalanan dari pelawangan sembalun menuju puncak saya tempuh dengan waktu
kurang lebih 3,5 jam saja, sesampainya di puncak saya tak bisa berkata apa-apa
lagi hanyalah air mata yang keluar membasahi pipi kemudian saya bersujud
sembari mengucap hamdallah, dan selama saya bersujud pun air mata saya masih
menetes membasahi pipi. Setelah sekitar 5 menit mengambil nafas kemudian saya
mengambil tayamum untuk melaksanakan sholat subuh, karena pas saya sampe
bertepatan dengan waktu sholat subuh. Setelah beres sholat subuh saya mencoba
mengabadikan momen tersebut dengan mengambil foto sambil memegang plang
bertuliskan puncak rinjani. Sembari menunggu sang surya terbit saya duduk-duduk
dan bergabung dengan rombongan lain karena rombongan saya belum pada sampai baru
sekitar pukul 5.40 rombongan saya bermunculan mulai dari om sarung "na“anya
kak erik” (karena dia ke puncak Cuma pake kolor habis itu hanya mengenakan
sarung, badanya memang agak banyak kurus
haha), setelah itu rombongan IPDN, menyusul kembali bujang ilham mulai
terlihat, kemudian kak apip dan bujang juanda. Ternyata rombongan makasar tidak
melanjutkan perjanan menuju puncak begitu juga kak didit, ada satu yang sangat
saya sesalkan pada saat itu, saya dan ilham membawa tulisan yang cukup special untuk
di bawa ke puncak dan barang tersebut disimpan di tas nya bujang ilham, namun
sesaat akan berangkat tas tersebut dibawa oleh porter yang memang sengaja di
bawa oleh kak didit untuk membatunya, namun apa dikata karena kak didit tidak
sampai ke puncak tulisan saya (sudah di laminating) dan tulisan sang bujang
ilham (berupa spanduk) pun naas tidak sampai puncak, dalm hati terasa menyesal
kenapa harus menyerahkan tas tersebut pada porter. Bagi saya tulisan tersebut
sangatlah berarti karena tertulis kata-kata yang sangat ingin saya sampaikan
pada Indonesia. Namun saya dan bujang menerima nasib. Ada hal yang sedikit unik
dan kampreeet saat di puncak yaitu tingkahnya si bujang juanda dimana yang lain
asyik mengabdikan momen, eh dia malah asik gonta ganti pakain setelah itu
berpose dan kemudian ganti lagi pakaian dan kembali berpose, sungguh bujang
newbie dan sungguh kampreeet si bujang satu ini tapi ini yang bikin ngakak dan
terkenang di puncak rinjani. Setelah sekitar 1 jam di puncak kak apip mengajak
untuk turun, diantara rombongan itu sayalah yang agak males untuk turun karena berniat dan berharap si porter akan
menuju puncak, namun setelah saya pikir kembali saya putuskan untuk turun saja. Perjalan turun kitalah (saya dan si bujang
juan) yang paling belakang karena kita asik berfoto ria, sampai pada saatnya
saya bosan saya tinggalkan si bujang yang masih asik foto-foto ria.
0 komentar:
Post a Comment