INDAHNYA
KEBERSAMAAN DI IGTF KUDUS 2013
(Kudus Kota Kretek, Kudus Kota Tercinta, Kudus Kota
Kenangan)
Dalam sebuah perjalanan dan
kegiatan pasti selalu ada kisah, cerita, dan pengalaman yang membekas dalam
memory setiap insan pelakunya. Kisah, cerita, dan pengalaman tersebut dapat
membekas dalam memory berupa kenangan
manis atau kenangan pahit. Pada bulan
juni minggu terakhir sampai juli minggu pertama saya mendapatkan kesempatan
kembali untuk mendapatkan kenangan yang membekas di memory.
Secara keseluruhan saya mendapatkan
pengalaman yang begitu manis, sampai-sampai saya harus berada dalam zona
melankolis selama beberapa hari karena merasa berat harus segera berpisah
dengan kegiatan yang memberikan kesan manis (IGTF Kudus 2013),
keindahan pengalaman manis tersebut tak bisa saya untai dalam kata-kata puitis,
dan tidak pula bisa saya gambarkan menjadi sebuah lukisan yang elok, karena
begitu indahnya kisah tersebut sehingga saya tak bisa berucap dan
menggambarkannya, saya hanya mampu mensyukurinya karena pernah punya kesempatan
untuk terlibat dalam acara tersebut (IGTF Kudus 2013).
Kejadian manis tersebut saya
temukan di kota Kudus, kebetulan pada saat itu ada sebuah acara pengabdian
masyarakat yang dilakukan oleh Mahasiswa IPB di kota Kudus, saya dan beberapa
teman seangkatan serta adik kelas saya terlibat didalam acara tersebut. Kota
kudus memiliki keunikan tersendiri baik dari segi budaya maupun geografisnya,
salah satu keunikan tersebut ialah Sejak dahulu Kudus terkenal dengan sebutan
“Kota Kretek”, karena banyaknya pabrik penghasil rokok yang mensuplai kebutuhan
rokok nasional, dan satu kebudayaan uniknya,”masyarakat kudus tidak memotong
sapi”,ini terkait pada masa-masa penyebaran islam di kota ini oleh satu dari
wali songo yaitu sunan kudus yang “mengharamkan”(selama masih ada hewan lain
yang bisa dipotong, tidak usah memotong sapi), ini untuk menghormati umat
Hindu.
Dari contoh kecil cerita unik dari
kota kudus, saya mendaptkan banyak pengalaman unik, mulai dari pengalaman yang
lucu, menjengkelkan, dan tentunya ilmu yang bermanfaat, satu pengalaman yang
lucu ialah ketika kita mencoba mengenalkan teknologi sederhana untuk ternak
kepada salah satu warga disana tidak yakin dan tidak percaya karena teknologi
yang kita bawa dianggapnya terlalu sederhana “mungkin kurang ilmiah kali ya”,
sehingga kata-kata salah warga tersebut nge-Hits bagi para peserta IGTF Kudus
2013 “saya yakin ini pasti harus ada starternya” (starter = semacam produk
untuk mempermentasi bahan olahan supaya cepat jadi, matang, atau siap pakai),
dan saya sendiri menyebutnya sebagai”Teori Is-Wan-Thog”.
Selain itu saya juga mendapat
pengalaman menjengkelkan ketika saya mencoba makan khas kudus yaitu “sate
kerbau dan garang asam”, saat itu kita bertiga (saya : Irwan, bagus, dan
ganjar), mampir dikedai sate kudus, kebetulan saya dan bagus dibawa oleh ganjar
(anak asli kudus 95%, 5% lagi blasteran #eh keceplosan masbro) ke suatu kedai
sate kerbau, dan katanya kedai tersebut sering dikunjungi juga oleh
‘artis-artis yang sedang manggung di kudus, dan penjualnya juga kerap di undang
dalam acara-acara khusus untuk membuat dan menyajikan sate kerbau) konon
katanya karena rasanya nampol-pol-polan, dan ternyata setelah saya mencicipinya
itu bukan ‘konon katanya lagi” tapi benar-benar fakta rasanya sungguh lezat,
kejadian ini kenapa saya jadikan pengalaman menjengkelkan karena harga satu
tusuk sate kerbau tersebut Rp.3.400, dan tambah menjengkelkannya saya hanya
bisa mencicipi 9 tusuk saja (harusnya genap 10 tusuk).
Satu cerita menjengkelkan lainya
adalah ketika saya mampir ke rumah makan “sari rasa” yang menyajikan makanan
khas kudus juga yaitu “Garang Asam”, saat itu kita berempat (saya, bagus,
denny, dan tentunya pak bos ganjar), awalnya sih saya ga yakin makanan “garang asam” tersebut rasanya
lezat, karena dilihat jasadnya saja dibungkus daun pisang, pokonya kurang
menarik, namun setelah bungkusnya dibuka baru muncul ketertarikan saya padanya,
setelah tau isinya adalah ayam kampong dan ada tomat-tomat hikaunya, lalu saya
mencicipi kuahnya terlebih dahulu “kebetulan ada semacam kuahnya juga”, dan
ternyata saya salah duga, makanan yang dibungkus dengan jasad kurang menarik tersebut rasanya nampol-pol-polan,
Cuma satu penyesalan saya yaitu saya Cuma bisa mencicipinya setengah porsi saja
karena harganya mahal banget. Jauh-jauh dari bogor Cuma makan sate kerbau 9
tusuk saja dan garang asem Cuma setengah porsi pula, tapi tak apalah selama
masih gratis (makan mahal rasa enak di bayarin pula sama pak bos ganjar).
Selama dikudus selain menggali
ilmu, dan sesekali mencicipi semua kuliner khas kudus, saya juga mendapat
berbagai inspirasi dari kota kecil nan mungil tapi mempunyai kebudayaan dan
keunikan yang besar, selain inspirasi dari kota kudus sendiri saya juga
mendapat inspirasi dari kejadian-kejadian dilapangan selama melakukan
pengabdian, dan tak kalah pentingnya saya juga mendapatkan inspirasi dari para
peserta pengabdian masyarakat. Dari sekian banyak inspirasi yang saya dapatkan
adalah inspirasi untuk menulis “suatu teori yang belum tertulis dalam literatur
ilmiah”, pertama ternyata warga atau masyarakat “yang saya kunjungi di
kudus” semacam tidak membutuhkan terori
tapi membutuhkan bukti yang instan bisa dilihat langsung oleh mata, dan
buktinya bisa dirasakan langsung seketika, kedua kudus merupakan kota kretek,
walaupun rokok yang dihasilkan dari kota ini setelah dibakar oleh seorang
perokok dapat membuat muak orang disekelilingnya yang tidak merokok, namun ada
juga yang anti rokok mengakui betapa harumnya aroma rokok atau tembakau ketika
lewat ke pabrik-pabrik rokok, ketiga kudus merupakan salah satu kota kenangan
bagi sebagian orang yang pernah singgah di kota ini, terutama bagi para
muda-mudi yang menemukan cintanya di kota kudus, dan bagi para muda-mudi yang pernah mengalami
praha dalam percintaan di kota ini, dan keempat kudus adalah kota tercinta bagi
warga kudus, dan bagi para muda-mudi kesepian yang belum menemukan cinta dan
berharap bisa menemukan cintanya disini. Sampai pada suatu hari di suatu desa
ada seorang peserta secara tidak sadar pernah nyeleneh “berangkat dari bogor ke
kudus status gw jomblo, eh tapi selama dua minggu di kudus dan acara IGTF
sebentar lagi beres gw masih aj jomblo”.
Dari sekian banyak pengalaman yang
saya dapatkan selama IGTF Kudus yang saya ceritakan di atas kebenaranya
mencapai 98%, dan sisanya 2 % merupakan fiktif belaka untuk membuat tulisan
saya menjadi tulisan yang manarik dibaca supaya para pembaca bisa membayangkan
betapa indahnya ketika kita bisa saling berbagi kisah dalam kebersamaan dan
keanekaragaman budaya yang berbeda, terutama indahnya saat kita bisa mengabdikan diri di masyarakat dan
mengaplikasikan ilmu yang sudah kita dapatkan di kehidupan nyata supaya bisa
merasakn seberapa jauhkan perbedaan antara teori dengan praktik dilapangan
secara langsung
BERSAMBUNG
DI KISAH IGTF CHAPTER #3
0 komentar:
Post a Comment